Minggu, 01 Maret 2009

Masa Depan

Remaja Harus Berani Menantang Masa Depan
Oleh Saiful Asyhad, S.H.
(Motivator Kepribadian)
Pendahuluan
Jika melihat kenyataan di masyarakat, saya sangat prihatin dengan remaja yang tidak menyadari betapa sebenarnya mereka mempunyai potensi besar untuk mengubah nasib bangsa dan negaranya. Mereka seolah tidak pernah mendengar pepatah yang sudah sangat masyhur, yaitu ”Pemuda harapan bangsa.”
Yang saya maksud memprihatinkan itu adalah perilaku mereka yang kontraproduktif. Misalnya, sering nongkrong, mejeng, hura-hura, konvoi kendaraan, dan lain-lain. Semua itu mencerminkan sifat dan sikap boros, baik dari segi waktu maupun finansial. Ditambah lagi penampilan (performance) mereka yang semau gue, acak-acakan, awut-awutan, dan sejenisnya.
Sungguh perilaku yang demikian itu mencerminkan kepribadian yang kurang baik. Aktivitas yang seperti itu hanyalah mendatangkan kesenangan sesaat. Bahkan, mencerminkan pula sikap asosial. Ini sangat berbahaya karena pada akhirnya nanti keberadaan mereka tidak akan diterima dengan baik oleh warga masyarakatnya. Masih untung masyarakat sekitarnya bersikap toleransi yang cukup besar terhadap tingkah laku mereka itu. Tapi, bagaimana jika kesabaran masyarakat sudah melebihi batas kewajaran? Tentu, akan lebih memperparah eksistensi mereka sebagai warga masyarakat yang masih muda usia dalam lingkungannya sendiri. Tragis.
Menyadari hal itu, maka perlu kiranya para remaja itu mulai saat ini mempersiapkan diri dalam menantang masa depannya sendiri. Mereka harus mampu menjawab tantangan masa depan yang pastikan akan jauh lebih berat daripada masa sekarang. Untuk itu pula, makalah yang singkat dan sederhana ini saya tulis sebagai sumbangsih dan jawaban atas keprihatinan saya pribadi terhadap kondisi sebagian besar remaja tersebut.
Khusus bagi remaja yang tidak bermasalah, anggaplah makalah ini sebagai bahan perenungan dan pedoman untuk turut mengingatkan mereka yang bermasalah itu dengan cara-cara yang baik dan bijaksana. Untuk itu, beberapa tips berikut perlu kiranya disimak dan dipraktekkan dalam rangka psiko terapi hari ini.
Masa remaja bukan masa santai
”Santai dulu, ah.” Saya yakin kalimat ini sering terdengar oleh telinga kita dari sebagian besar remaja. Ucapan itu sering kali diucapkan ketika menghadapi kegiatan yang begitu padat dan menuntut banyak tenaga dan pikiran yang harus dicurahkan. Tapi, mengapa justru ucapan itu yang meluncur dari mulut mereka? Kok bukan kata-kata yang mencerminkan produktivitas? Aneh sekali!
Keheranan itu makin bertambah ketika melihat mereka tega membebani teman sendiri untuk mengerjakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka tidak malu menjadi benalu. Mereka juga tidak merasa risih numpang pada hasil keringat orang lain. Bahkan, mereka cuek dan enjoy aja dengan perilaku yang tidak profesional tersebut. Padahal, kalau mau berusaha, mereka pasti mampu melaksanakan tugas tersebut.
Sikap mereka yang menyantai itu jelas mencerminkan ketidakmampuan mengelola waktu. Bahkan, bertentangan dengan ajaran Islam yang sangat menghargai modal hidup utama yang diberikan oleh Allah SWT itu. Maka, mau tidak mau remaja harus memanfaatkan waktu itu secara maksimal demi kemanfaatan di masa depan.

Berpola pikir yang baik
Tips yang kedua adalah belajar dan menerapkan pola pikir yang baik. Artinya, berpikirlah secara sistematis (runtut dan berkesinambungan), kreatif (bersifat cenderung kepada hal-hal baru yang lebih baik), serta positif (membawa kemanfaatan yang besar bagi diri dan orang lain).
Ketika saya tanyakan tentang cita-cita, sering kali saya kecewa dengan jawaban sebagian besar remaja yang hanya bisa berkata dengan pasrah, “Belum terpikirkan, Pak”, “Wah, saya ndak tahu”, “Bingung!”, “Masih sedang dikejar”, dan jawaban-jawaban negatif lainnya. Ini semua menandakan betapa isi pikir mereka masih blank alias kosong melompong dan mencerminkan keputusasaan.
Bila dikejar dengan pertanyaan lanjutan, “Mengapa jawabanmu seperti itu?”, mereka pun menjawab penuh nada pesimis. Sulit mencari lowongan kerja, susah menentukan masa depan, sukar menempuh pendidikan yang lebih tinggi karena biayanya juga tinggi, dan sebagainya. Pokoknya, mereka menyerah kepada keadaan dalam masyarakat.
Hal seperti itu seharusnya tidak akan terjadi jika mereka mau menerapkan berpikir sistematis. Misalnya, bila bercita-cita menjadi anggota Polri atau ABRI, maka mereka sudah tahu apa yang akan dikerjakannya setelah lulus SMA, yaitu melamar di Secaba Polri, atau di AKABRI. Jika ingin menjadi pengusaha, maka mereka belajar berwiraswasta meskipun dengan omzet yang masih kecil. Dan banyak jalan lain yang dapat mengantarkan remaja meniti kehidupan masa depan yang mapan.
Jadi, jangan putus asa karena ada rumor atau isu di masyarakat bahwa kalau ingin kerja di mana pun harus menyuap, pakai uang pelicin, dan sebagainya. Lawan saja semua rumor atau isu yang belum tentu benar itu dengan berpikir positif bahwa kamu pasti bisa sukses bekerja tanpa harus menyogok karena memiliki kemampuan, kemauan yang kuat, dan pola pikir yang kreatif.
Beberapa tips lain yang perlu dimiliki remaja dalam menghadapi tantangan masa depan akan dijelaskan dalam diskusi karena keterbatasan halaman. Tips-tips itu antara lain:
harus berkepribadian menarik dan integratif;
harus banyak membaca buku motivasi diri;
harus mau berorganisasi dengan aktif;
harus memiliki ketahanan terhadap tekanan dan stres;
harus berani mengahadapi persaingan yang ketat; dan ingat
harus memadukan antara usaha dan doa;

Kesimpulan dan Saran
Tiada rasa prihatin yang sangat dalam, kecuali melihat remaja yang bingung atas keberadaan dirinya di masyarakat. Mereka seolah tidak menyadari betapa besar kekuatan yang mereka miliki. Sayang, kenyataan membuktikan justru mereka tidak mampu berbuat sesuatu ketika kekuatan itu ada pada diri mereka. Maka, mau tidak mau remaja saat ini harus bangkit untuk menantang (bukan hanya menyongsong saja) masa depannya dengan suara yang lantang, “Aku bisa!”
Kediri, 14 Dzulhijjah 1426 H
14 Januari 2006 M

motivator

Remaja Harus Berani Menantang Masa Depan
imam
(Motivator Kepribadian)
Pendahuluan
Jika melihat kenyataan di masyarakat, saya sangat prihatin dengan remaja yang tidak menyadari betapa sebenarnya mereka mempunyai potensi besar untuk mengubah nasib bangsa dan negaranya. Mereka seolah tidak pernah mendengar pepatah yang sudah sangat masyhur, yaitu ”Pemuda harapan bangsa.”
Yang saya maksud memprihatinkan itu adalah perilaku mereka yang kontraproduktif. Misalnya, sering nongkrong, mejeng, hura-hura, konvoi kendaraan, dan lain-lain. Semua itu mencerminkan sifat dan sikap boros, baik dari segi waktu maupun finansial. Ditambah lagi penampilan (performance) mereka yang semau gue, acak-acakan, awut-awutan, dan sejenisnya.
Sungguh perilaku yang demikian itu mencerminkan kepribadian yang kurang baik. Aktivitas yang seperti itu hanyalah mendatangkan kesenangan sesaat. Bahkan, mencerminkan pula sikap asosial. Ini sangat berbahaya karena pada akhirnya nanti keberadaan mereka tidak akan diterima dengan baik oleh warga masyarakatnya. Masih untung masyarakat sekitarnya bersikap toleransi yang cukup besar terhadap tingkah laku mereka itu. Tapi, bagaimana jika kesabaran masyarakat sudah melebihi batas kewajaran? Tentu, akan lebih memperparah eksistensi mereka sebagai warga masyarakat yang masih muda usia dalam lingkungannya sendiri. Tragis.
Menyadari hal itu, maka perlu kiranya para remaja itu mulai saat ini mempersiapkan diri dalam menantang masa depannya sendiri. Mereka harus mampu menjawab tantangan masa depan yang pastikan akan jauh lebih berat daripada masa sekarang. Untuk itu pula, makalah yang singkat dan sederhana ini saya tulis sebagai sumbangsih dan jawaban atas keprihatinan saya pribadi terhadap kondisi sebagian besar remaja tersebut.
Khusus bagi remaja yang tidak bermasalah, anggaplah makalah ini sebagai bahan perenungan dan pedoman untuk turut mengingatkan mereka yang bermasalah itu dengan cara-cara yang baik dan bijaksana. Untuk itu, beberapa tips berikut perlu kiranya disimak dan dipraktekkan dalam rangka psiko terapi hari ini.
Masa remaja bukan masa santai
”Santai dulu, ah.” Saya yakin kalimat ini sering terdengar oleh telinga kita dari sebagian besar remaja. Ucapan itu sering kali diucapkan ketika menghadapi kegiatan yang begitu padat dan menuntut banyak tenaga dan pikiran yang harus dicurahkan. Tapi, mengapa justru ucapan itu yang meluncur dari mulut mereka? Kok bukan kata-kata yang mencerminkan produktivitas? Aneh sekali!
Keheranan itu makin bertambah ketika melihat mereka tega membebani teman sendiri untuk mengerjakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka tidak malu menjadi benalu. Mereka juga tidak merasa risih numpang pada hasil keringat orang lain. Bahkan, mereka cuek dan enjoy aja dengan perilaku yang tidak profesional tersebut. Padahal, kalau mau berusaha, mereka pasti mampu melaksanakan tugas tersebut.
Sikap mereka yang menyantai itu jelas mencerminkan ketidakmampuan mengelola waktu. Bahkan, bertentangan dengan ajaran Islam yang sangat menghargai modal hidup utama yang diberikan oleh Allah SWT itu. Maka, mau tidak mau remaja harus memanfaatkan waktu itu secara maksimal demi kemanfaatan di masa depan.

Berpola pikir yang baik
Tips yang kedua adalah belajar dan menerapkan pola pikir yang baik. Artinya, berpikirlah secara sistematis (runtut dan berkesinambungan), kreatif (bersifat cenderung kepada hal-hal baru yang lebih baik), serta positif (membawa kemanfaatan yang besar bagi diri dan orang lain).
Ketika saya tanyakan tentang cita-cita, sering kali saya kecewa dengan jawaban sebagian besar remaja yang hanya bisa berkata dengan pasrah, “Belum terpikirkan, Pak”, “Wah, saya ndak tahu”, “Bingung!”, “Masih sedang dikejar”, dan jawaban-jawaban negatif lainnya. Ini semua menandakan betapa isi pikir mereka masih blank alias kosong melompong dan mencerminkan keputusasaan.
Bila dikejar dengan pertanyaan lanjutan, “Mengapa jawabanmu seperti itu?”, mereka pun menjawab penuh nada pesimis. Sulit mencari lowongan kerja, susah menentukan masa depan, sukar menempuh pendidikan yang lebih tinggi karena biayanya juga tinggi, dan sebagainya. Pokoknya, mereka menyerah kepada keadaan dalam masyarakat.
Hal seperti itu seharusnya tidak akan terjadi jika mereka mau menerapkan berpikir sistematis. Misalnya, bila bercita-cita menjadi anggota Polri atau ABRI, maka mereka sudah tahu apa yang akan dikerjakannya setelah lulus SMA, yaitu melamar di Secaba Polri, atau di AKABRI. Jika ingin menjadi pengusaha, maka mereka belajar berwiraswasta meskipun dengan omzet yang masih kecil. Dan banyak jalan lain yang dapat mengantarkan remaja meniti kehidupan masa depan yang mapan.
Jadi, jangan putus asa karena ada rumor atau isu di masyarakat bahwa kalau ingin kerja di mana pun harus menyuap, pakai uang pelicin, dan sebagainya. Lawan saja semua rumor atau isu yang belum tentu benar itu dengan berpikir positif bahwa kamu pasti bisa sukses bekerja tanpa harus menyogok karena memiliki kemampuan, kemauan yang kuat, dan pola pikir yang kreatif.
Beberapa tips lain yang perlu dimiliki remaja dalam menghadapi tantangan masa depan akan dijelaskan dalam diskusi karena keterbatasan halaman. Tips-tips itu antara lain:
harus berkepribadian menarik dan integratif;
harus banyak membaca buku motivasi diri;
harus mau berorganisasi dengan aktif;
harus memiliki ketahanan terhadap tekanan dan stres;
harus berani mengahadapi persaingan yang ketat; dan ingat
harus memadukan antara usaha dan doa;

Kesimpulan dan Saran
Tiada rasa prihatin yang sangat dalam, kecuali melihat remaja yang bingung atas keberadaan dirinya di masyarakat. Mereka seolah tidak menyadari betapa besar kekuatan yang mereka miliki. Sayang, kenyataan membuktikan justru mereka tidak mampu berbuat sesuatu ketika kekuatan itu ada pada diri mereka. Maka, mau tidak mau remaja saat ini harus bangkit untuk menantang (bukan hanya menyongsong saja) masa depannya dengan suara yang lantang, “Aku bisa!”
Kediri, 01-02 2006 M

Kamis, 12 Februari 2009

tentang risalah hati

penyejuk hati
Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta yang selalu bekuasa. Semoga rahmat (shalawat) serta salam selalu mengalir kepada orang yang paling mulia diantara para makhluk-Nya, yaitu Muhammad, hamba-Nya (‘abd) yang terpilih menjadi utusan-Nya (rasûl) untuk menyampaikan risalah yang agung yaitu risalah Islamiyah. Juga, semoga selalu mengalir kepada keluarga dan para shahabat beserta keturunannya.
[Amma ba’du] : Setelah itu semua, ketahuilah wahai orang yang sedang bersemangat mancari dan haus akan ilmu, kalau kamu adalah orang yang tujuan mencari ilmunya hanya untuk kepentingin dirimu sendiri (al-munâfasah) atau hanya demi kemulian atau hanya ingin mengungguli keilmuan orang lain agar orang-orang yang asalnya hormat dan segan kepada dia pada akhirnya akan berubah berpaling kepadamu, ingatlah bahwa itu semua hanya tujuan-tujuan (al-gharadl) yang bersifat duniawi. Dan kalau memang tujuanmu dalam menuntut ilmu itu adalah hal tersebut, maka niscaya kamu hanya akan termasuk golongannya orang-orang yang akan merobohkan agamanya, dan hal itu hanya akan merusak dirimu sendiri, atau juga termasuk orang yang menjual atau menggadaikan kehidupan akhiratnya demi untuk mendapatkan keuntungan kehidupan duniawi.
Dengan begitu, kamu seperti pedagang yang mengalami kerugian sehingga daganganmu akan hancur. Begitupulah peranmu ketika menjadi pengajar, maka posisimu berada pada tempat seperti orang yang menjual pisau. Dimana ketika kamu mengajari orang tentang kemaksiatan maka hal dengan begitu kamu bagaikan penjual pisau bagi tukang begal. Sebagaimana sabda Nabi Saw :

" مَنْ اَعَانَ عَلَى مَعْصِيَةٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ كَانَ شَرِيْكًا لَهُ فِيْهَا "
Artinya : “Barang siapa yang menolong (orang lain) dalam melakukan kemaksiatan walau hanya dengan sedikit ucapan, maka dia akan menjadi temannya dalam kemaksiatan tersebut”.

Dan kalau memang niatmu dalam menuntut ilmu itu hanya untuk mendapatkan petunjuk (al-hidâyah) dari Allah Swt, tidak dengan ni’atan hanya supaya kamu bisa bercerita atau berpidato di depan orang lain dengan ilmu tersebut atau hanya untuk mendapatkan keuntungan duniawi, maka kamu seharusnya berbahagia. Karena dengan ni'aanmu yan seperti itu, para malaikat akan (selalu) membentangkan sayapnya hanya untuk menghormatimu selama kamu berjalan untuk menuntut ilmu, begitupulah ikan-ikan yang ada di lautan yang akan (selalu) memintakan ampunan kepada Allah Swt selama kamu menginginkannya.
Dalam sebuah hadits nabi Muhammad Saw mengtakan :
" إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعْ "
Artinya :“Susungguhnya para malaikat akan membentangkan sayapnya untuk menhormati orang yang menuntut ilmu”.


Tetapi sebelumnya, kalian semua harus ketahui bahwa petunjuk dari Allah Swt (al-hidâyah) yang merupakan buah dari ilmu yang telah kamu pelajari (tsamrah al-’ilm) tersebut mempunyai "permulaan" (al-bidâyah) dan juga pasti mempunyai "pungkasan" (al-nihâyah), serta mempunyai hal-hal yang disebut dengan unsur luar (al-dhâhir) dan hal-hal yang disebut dengan unsur dalam (al-bâthin). Dan kita tidak akan mungkin bisa sampai (mengetahui) pada hal-hal yang ada di punkasan (al-nihâyah) kalau kita tidak melewati (mengetahui) terlebih dahulu hal-hal yang ada di permulaan (al-bidâyah) yaitu yang berupa syari’at.
Disamping itu petunjuk dari Allah Swt (al-hidâyah) tersebut juga mempunya unsur dalam (al-bâthin) dan unsur dalam (al-bâthin), yang dimana kita tidak akan mungkin bisa memahami hal-hal yang ada pada unsur dalam (al-bâthin) tersebut kalau kita tidak memahami terlebih dahulu hal-hal yang ada pada unsur luarnya (al-dhâhir). Dan di sini (dalam karya ini), saya ingin menunjukkan kepada kalian semua hal-hal yang ada pada pada permulaan (al-bidâyah) sebagai suatu petunjuk awal (Bidâyah al-Hidâyah) agar kamu semua dapat melatih jiwa dan menguji hatimu terlebih dahulu.
Karena kalau hatimu sudah condong kepada petunjuk tersebut sebagai awal suatu petunjuk (Bidâyah al-Hidâyah), dan juga ketika jiwamu sudah takluk dan mau menerima petunjuk tersebut sebagai awal pencerahan, maka silakan mulai mengarungi hal-hal yang ada pada pungkasan (Nihâyah al-Hidâyah), setelah itu sekalain teruskan mengarungi lautan ilmu yang sangat luas sekali dengan isi yang banyak dan tak terhingga.
Akan tetapi kalau hatimu (juwamu) tidak bisa sambung dengan hal-hal yang ada pada permulaan petunjuk (Bidâyah al-Hidâyah) tersebut, yaitu ketika keduanya berhadap-hadapan secara kontradiktif dimana kamu hanya akan menghindar dan menunda saja dalam mewujudkannya, maka sebenarnya jiwa (al-nafs) yang kamu pakai menuntut ilmu tersebut adalah jiwa yang jelek atau nafsu amarah (nafs al-amârah). Yaitu nafsu yang hanya akan semakin kuat ketika mengikuti ajakan syetan yang terlaknat yang akan selalu mengganggumu dengan lingkaran-lingkaran kebohongan yang sangat kuat. Pada akhirnya kamu akan terperangkap dengan tipu dayanya sehingga kamu akan mengalami kehancuran yang sangat parah.
Karena tujuan utama syetan hanyalah mengajak dan menyeret kalian semua keluar dari jalan kebaikan (ma’radl al-khair) agar kalian semua akan termasuk dalam golongannya orang-orang yang merugi, yaitu orang yang keliru tindakannya (ahsârîn al-a’mâl). Dimana orang-orang tersebut tidak akan pernah merasa salah, tapi malah merasa telah melakukan hal yang baik dan benar. Dan pada waktu itulah syetan membacakan kepadamu segala keterangan yang berkaitan dengan keutamaan ilmu atau tentang derajat ulama.
Hal itu sebagaimana firman Allah Swt dalam dua ayat al-Qur'an :

) قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً، الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (

Artinya : “Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?, Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”. (al-Kahfi 18: 1-3-104)

Syetan juga akan selalu membohongimu dengan cerita-cerita yang berkaitan dengan keutamaan ilmu atau tentang kelebihan-kelebihan para ulama baik dengan mengunkapkan keterangan-keterangan yang ada dalam hadits-hadits nabi Muhammad Saw (al-akhbâr) maupun pendapat-pendapat para shahabat (al-âtsâr). Sehingga dengan cerita-cerita syetan tersebut --yang merupakan bentuk tipu daya mereka-- kamu akan terlupakan dengan pesan nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadits :

" مَنْ ازْدَادَ علِمْا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزِدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا "
Artinya :“Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah amal kebaikannya (al-huda), maka dia berarti tidak dapat tambahan apa-apa kecuali (tambah) semakin jauh dari Allah”.

Dan dengan tipu daya syetan tersebut kamu juga akan lupa dengan pesan nabi Muhammad Saw :
" أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لمَ ْيَنْفَعْهُ اللهُ بِعِلْمِهِ "
Artinya : “Orang yang paling pedih siksanya pada hari kiamat nanti adalah orang yang berilmu tapi tidak diberikan kemanfaatan atas ilmunya tersebut oleh Allah”.

Sedangkan nabi Muhammad Saw sendiri pernah berdo’a :
" اللّهُمَّ إِنِّي أََعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَقَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَعَمَلٍ لاَ يُرْفَعُ وُدُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ "
Artinya : “Ya Allah, saya mohon perlindungan kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfa’at, hati yang tidak tenang (khusyû’), amal yang tidak diterima, dan do’a yang tidak didengar”.

Mereka juga lupa dengan wejangan Nabi Muhammad Saw dalam hadits :
" مَرَرْتُ لَيْلَةً أُسْرِيَ بِي بِأَقْوَامٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيْضَ مِنْ نَارٍ، فَقُلْتُ : مَنْ انْتُمْ ؟ قَالُوْا : كُنَّا نَامُرُ بِالْخَيْرِ وَلا نَأْتِيْهِ وَنَنْهَى عَنِ الشَّرِّ نَأْتِيْهِ "
Artinya : “Ketika saya dalam perjalanan malam Isra’, saya melihat banyak orang yang digunting lidahnya dengan gunting-gunting yang terbuat dari api. Lalu saya bertanya : Siapakah kalian semua ?. Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang selalu menyeru (ummat) agar melakukan kebaikan tapi kami sendiri tidak melakukannya, juga kami adalah orang-orang yang selalu melarang mereka melakukan kejelekan tapi kami sendiri malukukan hal itu”.

Maka berhati-hatilah wahai orang yang miskin ilmu supaya kamu tidak terperangkap dengan tipu daya syetan. Karena ketahuilah bahwa neraka Wâil itu hanya disediakan untuk orang bodoh yang sama sekali tidak mau belajar, juga orang pintar yang tahu dan faham suatu ilmu tapi tidak mengamalkannya.
Dan ketahuilah bahwa orang menuntut ilmu itu kalau dilihat dari sisi tujuannya maka bisa diklasifikasikan (kelompokkan) menjadi tiga golongan : Pertama, yaitu orang-orang yang menuntut ilmu itu hanya dengan tujuan supaya mendapatkan bekal untuk nanti di hari kiamat, dan ni’atannya dalam menuntut ilmu sepenuhnya hanya karena Allah Swt. Kelompok ini termasuk golongan orang-orang yang beruntung (al-fâizîn).
Kedua, orang-orang yang menuntut ilmu itu dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan dunia yang enak, juga hanya untuk meraih kemulyaan dan kekayaan. Padahal dia sendiri tahu bahwa dirinya sendiri termasuk karakter orang yang hatinya mudah tergoda (dengan gemerlapnya dunia). Maka orang-orang yang seperti ini akan dikelompokkan dalam kategori orang-orang yang selalu kuatir (al-mukhâthirîn).
Kalau memang mereka meninggal dunia dan belum sempat bertaubat atas dosa-dosanya, maka orang-orang ini bisa dikategorikan ke dalam orang-orang yang tidak jelas. Malah, bisa-bisa orang-orang tersebut termasuk dalam golongannya orang-orang jelek akhir hayatnya (sû’ al-khâtimah), walaupun memang akhir semua itu hanya akan kembali dan dikembalikan kepada kehendak Allah Swt semata sebagai penguasa tunggal nan abagi atas apa yang ada di alam ini.
Dan jika orang-orang tersebut sudah sempat bertaubat atas dosa-dosanya sebelum meninggal dunia juga mau mengamalkan ilmunya, serta berusaha menutupi segala kekurangannya (selama ini), maka mereka bisa digolongkan ke dalam orang-orang yang beruntung (al-fâizîn). Karena, sesungguhnya orang yang bertaubat dari dosa itu bagaikan orang yang tidak pernah punya dosa.
Ketiga, yaitu orang-orang yang kalah dengan godaan-godaan syetan. Mereka menjadikan ilmunya hanya untuk memperbanyak harta dan membangga-banggakan kedudukan, juga hanya untuk menyombongkan diri karena banyak pengikutnya, atau menjadikan ilmunya hanya sebagai alat untuk memuaskan keinginan hawa nafsunya saja.
Walaupun toh begitu, mereka masih merasa punya kedudukan di sisi Allah Swt karena merasa telah mempelajari banyak ilmu (berilmu) karena mereka marasa mampu menandingi para ulama dengan segala ucapan dan pakaiannya, mereka merasa dengan jerih payah dhahir dan bathinnya, mereka bisa meraih dunia. Dan mereka ini termasuk golongannya orang-orang yang rusak dan dungu juga tertipu (al-hâlikîn dan al-hamqa al-maghrûrîn). Karena tidak ada harapan lagi bagi mereka untuk bertaubat atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Mereka sudah merasa bahwa mereka adalah termasuk orang-orang yang sudah dan selalu mengerjakan segala kebajikan dan kesalehan, sehingga mereka merasa termasuk ke dalam golongannya orang-orang yang melakukan kebaikan (al-muhsinîn).
Mereka dengan se-enaknya melupakan firman Allah Swt dalam sebuah ayat al-Qur’an :

) ياأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لاَ تَفْعَلُوْنَ (
Artinya :“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian semua mengatakan (klaim) sesuatu yang kalian semua tidak pernah kerjakan ?”. (al-Shaf 61: 2)

Yang orang-orang ini semua sebagaimana yang dikategorikan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sebuah haditsnya :

" أَنَا مِنْ غَيْرِ الدَّجَّالِ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ مِنَ الدَّجَّالِ، فَقِيْلَ : وَمَا هُوَ يَارَسُوْلُ اللهِ ؟، فَقَالَ : عُلَمَاءُ السُّوْءْ". وَهَذَا لأَنَّ الدَّجَّالْ غَايَتُهُ الإِضْلالُ "
Artinya :“Saya bukanlah termasuk Dajjal, dan saya sangat menghawatirkan kalian semua atas Dajjal. Lalu beliau ditanya : Apakah itu, wahai Rasulullah ?. Maka beliau menjawab : Yaitu orang-orang berilmu yang jelek tindakannya”.

Nabi Muhammad Saw sangat menghawatirkan ummatnya akan bujuk rayu Dajjal, karena agenda utama Dajjal adalah menyesatkan orang-orang yang beriman dengan segala rayuan dan bujukannya dengan manis dan indah.
Adapun yang setingkat dengan golongan ketiga adalah orang-orang berilmu (‘âlim) yang kelihatannya selalu ingin menyelamatkan manusia dari nafsu duniawi dengan perkataan-perkataannya (lisân al-qaul), akan tapi tingkah laku (al-ahwâl) dan perbuatannya (al-a’mâl) memberikan contoh akan hausnya dia pada hal-hal yang bersifat duniawi.
Dan ketahuilah bahwa bahasa tingkah laku (lisân al-ahwâl) itu lebih mudah difahami dan dicontoh dari pada bahasa perkataan (lisân al-maqâl), sedangkan karakter orang-orang yang hanya bisa ikut di belakang itu lebih mudah mencerna dan memahami bahasa tindakan (lisân al-ahwâl) dari pada bahasa perkataan (lisân al-aqwâl).
Maka, kerusakan yang diakibatkan oleh bahasa tindakannya (lisân al-ahwâl) orang-orang tersebut akan lebih besar dari pada kebaikan yang ditimbulkan dari bahasa lisannya (lisân al-maqâl). Karena orang-orang yang tingkat intelektualnya rendah (al-jâhil) tidak akan melakukan tindakan tersebut (senang dengan hal-hal duniawi) kalau para ulama‘nya tidak melakukan hal tersebut. Maka, dengan ilmu para ulama‘ tersebut orang-orang berani melakukan kedurhakaan kepada Allah Swt.
Dan nafsu bodohnya orang pintar tersebut hanya dipermainkan karena terobsesi terhadap sesutu yang tidak mungkin dapat terlaksana (mustahîl). Tapi walaupun toh begitu, masih timbul rasa percaya diri pada mereka bahwa dirinya adalah yang paling baik di banding dengan orang lain.
Wahai orang-orang yang menuntut ilmu, maka jadilah kamu di antara orang-orang yang masuk dalam golongan pertama dan takutlah kalau kamu termasuk dalam golongan yang kedua. Karena tidak sedikit orang yang hanya bisa berjanji akan melakukan taubat, tapi akhirnya didahului datangnya kematian yang datang secara tiba-tiba sebelum dia sempat melakukan taubat, akhirnya dia menjadi orang yang merugi.
Dan hati-hatilah, jangan sampai kamu termasuk golongan yang ketiga, sehingga kamu hanya akan mendapatkan kehancuran yang besar, dimana kamu tidak akan pernah bisa mengharapkan kebaikannya.
Kalau kamu bertanya : Apa yang dimaksud dengan permulaan petunjuk (Bidâyah al-Hidâyah) dan apa pentingnya dalam melatih jiwa ?. Ketahuilah, bahwa yang dimakud dengan permulaan petunjuk (Bidâyah al-Hidâyah) adalah ketaqwaan yang nampak (dhâhir), sedangkan yang dimaksud dengan pungkasannya petunjuk (nihâyah al-bidâyah) adalah ketaqwaan yang tidak nampak (bâthin). Dimana dengan ketaqwaan tersebut tidak akan pernah ada malapetaka.
Sedangkan petunjuk (hidâyah) tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang di dalam dirinya terdapat ketaqwaan. Sedangkan yang dimaksud dengan “Taqwa” sendiri, adalah adanya kemauan untuk selalu melaksanakan segala perintah Allah (imtitsâl awâmir al-Allâh) dan menjahui segala larangannya (ijtinâb nawâhi-hi).
Adapun bentuk dari kemauan untuk selalu melaksanakan segala perintah Allah (imtitsâl awâmir al-Allâh) dan menjahui segala larangannya (ijtinâb nawâhi-hi) tersebut ada dua macam. Dan di sini saya akan menjelaskan tentang ketaqwaan yang dhahir dengan redaksi yang sederhana sehingga akan dapat dijelaskan kedua macam tersebut secara menyeluruh.
Disamping itu, supaya isi buku ini bisa lengkap dan bermanfaat bagi semua orang yang membacanya, maka buku “Bidâyah al-Hidâyah” ini akan saya lengkapi dengan satu bab pembahasan lagi. Dan itu semua tidak akan bisa selesai kecuali hanya dengan pertolongan Allah Swt, karena hanya Dia-lah dzat yang selalu diharapkan pertolongannya.